Minggu, 17 Oktober 2010



بسم الله الرحمن الرحيم

“Tidaklah seseorang diantara kalian dikatakan beriman, hingga dia mencintai sesuatu bagi saudaranya sebagaimana dia mencintai sesuatu bagi dirinya sendiri.”



Secara nalar pecinta dunia, bagaimana mungkin kita mengutamakan orang lain dibandingkan diri kita? Secara hawa nafsu manusia, bagaimana mungkin kita memberikan sesuatu yang kita cintai kepada saudara kita?



Pertanyaan tersebut dapat terjawab melalui penjelasan Ibnu Daqiiqil ‘Ied dalam syarah beliau terhadap hadits diatas (selengkapnya, lihat di Syarah Hadits Arba’in An-Nawawiyah).



(“Tidaklah seseorang beriman” maksudnya adalah -pen). Para ulama berkata, “yakni tidak beriman dengan keimanan yang sempurna, sebab jika tidak, keimanan secara asal tidak didapatkan seseorang kecuali dengan sifat ini.”

Maksud dari kata “sesuatu bagi saudaranya” adalah berupa ketaatan, dan sesuatu yang halal. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i.



“…hingga dia mencintai bagi saudaranya berupa kebaikan sebagaimana dia mencintai jika hal itu terjadi bagi dirinya.”



Syaikh Abu Amru Ibnu Shalah berkata, “Hal ini terkadang dianggap sebagai sesuatu yang sulit dan mustahil, padahal tidaklah demikian, karena makna hadits ini adalah tidak sempurna iman seseorang diantara kalian sehingga dia mencintai bagi keislaman saudaranya sebagaimana dia mencintai bagi dirinya. Menegakkan urusan ini tidak dapat direalisasikan dengan cara menyukai jika saudaranya mendapatkan apa yang dia dapatkan, sehingga dia tidak turut berdesakan dengan saudaranya dalam merasakan nikmat tersebut dan tidak mengurangi kenikmatan yang diperolehnya. Itu mudah dan dekat dengan hati yang selamat, sedangkan itu sulit terjadi pada hati yang rusak, semoga Allah Ta’ala memaafkan kita dan saudara-saudara kita seluruhnya.”



Abu Zinad berkata, “Sekilas hadits ini menunjukkan tuntutan persamaan (dalam memperlakukan dirinya dan saudaranya), namun pada hakekatnya ada tafdhil (kecenderungan untuk memperlakukan lebih), karena manusia ingin jika dia menjadi orang yang paling utama, maka jika dia menyukai saudaranya seperti dirinya sebagai konsekuensinya adalah dia akan menjadi orang yang kalah dalam hal keutamaannya.



Bukankah anda melihat bahwa manusia menyukai agar haknya terpenuhi dan kezhaliman atas dirinya dibalas? Maka letak kesempurnaan imannya adalah ketika dia memiliki tanggungan atau ada hak saudaranya atas dirinya maka dia bersegera untuk mengembalikannya secara adil sekalipun dia merasa berat.”



Diantara ulama berkata tentang hadits ini, bahwa seorang mukmin satu dengan yang lain itu ibarat satu jiwa, maka sudah sepantasnya dia mencintai untuk saudaranya sebagaimana mencintai untuk dirinya karena keduanya laksana satu jiwa sebagaimana disebutkan dalam hadits yang lain:



“Orang-orang mukmin itu ibarat satu jasad, apabila satu anggota badan sakit, maka seluruh jasad turut merasakan sakit dengan demam dan tidak dapat tidur.” (HR. Muslim)



“Saudara” yang dimaksud dalam hadits tersebut bukan hanya saudara kandung atau akibat adanya kesamaan nasab/ keturunan darah, tetapi “saudara” dalam artian yang lebih luas lagi. Dalam Bahasa Arab, saudara kandung disebut dengan Asy-Asyaqiiq ( الشَّّقِيْقُ). Sering kita jumpa seseorang menyebut temannya yang juga beragama Islam sebagai “Ukhti fillah” (saudara wanita ku di jalan Allah). Berarti, kebaikan yang kita berikan tersebut berlaku bagi seluruh kaum muslimin, karena sesungguhnya kaum muslim itu bersaudara.



Jika ada yang bertanya, “Bagaimana mungkin kita menerapkan hal ini sekarang? Sekarang kan jaman susah. Mengurus diri sendiri saja sudah susah, bagaimana mungkin mau mengutamakan orang lain?”



Wahai saudariku -semoga Allah senantiasa menetapkan hati kita diatas keimanan-, jadilah seorang mukmin yang kuat! Sesungguhnya mukmin yang kuat lebih dicintai Allah. Seberat apapun kesulitan yang kita hadapi sekarang, ketahuilah bahwa kehidupan kaum muslimin saat awal dakwah Islam oleh Rasulullah jauh lebih sulit lagi. Namun kecintaan mereka terhadap Allah dan Rasul-Nya jauh melebihi kesedihan mereka pada kesulitan hidup yang hanya sementara di dunia. Dengarkanlah pujian Allah terhadap mereka dalam Surat Al-Hasyr:



“(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar(ash-shodiquun). Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 8-9)



Dalam ayat tersebut Allah memuji kaum Muhajirin yang berhijrah dari Makkah ke Madinah untuk memperoleh kebebasan dalam mewujudkan syahadat mereka an laa ilaha illallah wa anna muhammadan rasulullah. Mereka meninggalkan kampung halaman yang mereka cintai dan harta yang telah mereka kumpulkan dengan jerih payah. Semua demi Allah! Maka, kaum muhajirin (orang yang berhijrah) itu pun mendapatkan pujian dari Allah Rabbul ‘alamin. Demikian pula kaum Anshar yang memang merupakan penduduk Madinah. Saudariku fillah, perhatikanlah dengan seksama bagaimana Allah mengajarkan kepada kita keutamaan orang-orang yang mengutamakan saudara mereka.



Betapa mengagumkan sikap itsar (mengutamakan orang lain) mereka. Dalam surat Al-Hasyr tersebur, Allah memuji kaum Anshar sebagai Al-Muflihun (orang-orang yang beruntung di dunia dan di akhirat) karena kecintaan kaum Anshar terhadap kaum Muhajirin, dan mereka mengutamakan kaum Muhajirin atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka (kaum Anshar) sebenarnya juga sedang berada dalam kesulitan.



Allah Ta’aala memuji orang-orang yang dipelihara Allah Ta’aala dari kekikiran dirinya sebagai orang-orang yang beruntung. Tidaklah yang demikian itu dilakukan oleh kaum Anshar melainkan karena keimanan mereka yang benar-benar tulus, yaitu keimanan kepada Dzat yang telah menciptakan manusia dari tanah liat kemudian menyempurnakan bentuk tubuhnya dan Dia lah Dzat yang memberikan rezeki kepada siapapun yang dikehendaki oleh-Nya serta menghalangi rezeki kepada siapapun yang Dia kehendaki.



Tapi, ingatlah wahai saudariku fillah, jangan sampai kita tergelincir oleh tipu daya syaithon ketika mereka membisikkan ke dada kita “utamakanlah saudaramu dalam segala hal, bahkan bila agama mu yang menjadi taruhannya.” Saudariku fillah, hendaklah seseorang berjuang untuk memberikan yang terbaik bagi agamanya. Misalkan seorang laki-laki datang untuk sholat ke masjid, dia pun langsung mengambil tempat di shaf paling belakang, sedangkan di shaf depan masih ada tempat kosong, lalu dia berdalih “Aku memberikan tempat kosong itu bagi saudaraku yang lain. Cukuplah aku di shaf belakang.” Ketahuilah, itu adalah tipu daya syaithon! Hendaklah kita senantiasa berlomba-lomba dalam kebaikan agama kita. Allah Ta’ala berfirman:



“Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqoroh: 148)



Berlomba-lombalah dalam membuat kebaikan agama, bukan dalam urusan dunia. Banyak orang yang berdalih dengan ayat ini untuk menyibukkan diri mereka dengan melulu urusan dunia, sehingga untuk belajar tentang makna syahadat saja mereka sudah tidak lagi memiliki waktu sama sekali. Wal iyadzu billah. Semoga Allah menjaga diri kita agar tidak menjadi orang yang seperti itu.





Wujudkanlah Kecintaan Kepada Saudaramu Karena Allah



Mari kita bersama mengurai, apa contoh sederhana yang bisa kita lakukan sehari-hari sebagai bukti mencintai sesuatu bagi saudara kita yang juga kita cintai bagi diri kita…



Mengucapkan Salam dan Menjawab Salam Ketika Bertemu



“Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Tidak maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang jika kalian lakukan maka kalian akan saling mencintai: Sebarkanlah salam diantara kalian.”(HR. Muslim)



Pada hakekatnya ucapan salam merupakan do’a dari seseorang bagi orang lain. Di dalam lafadz salam “Assalaamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakaatuh” terdapat wujud kecintaan seorang muslim pada muslim yang lain. Yaitu keinginannya agar orang yang disapanya dengan salam, bisa memperoleh keselamatan, rahmat, dan barokah. Barokah artinya tetapnya suatu kebaikan dan bertambah banyaknya dia.



Tentunya seseorang senang bila ada orang yang mendo’akan keselamatan, rahmat, dan barokah bagi dirinya. Semoga Allah mengabulkan do’a tersebut. Saudariku fillah, bayangkanlah! Betapa banyak kebahagiaan yang kita bagikan kepada saudara kita sesama muslim bila setiap bertemu dengan muslimah lain -baik yang kita kenal maupun tidak kita kenal- kita senantiasa menyapa mereka dengan salam. Bukankah kita pun ingin bila kita memperoleh banyak do’a yang demikian?! Namun, sangat baik jika seorang wanita muslimah tidak mengucapkan salam kepada laki-laki yang bukan mahromnya jika dia takut akan terjadi fitnah. Maka, bila di jalan kita bertemu dengan muslimah yang tidak kita kenal namun dia berkerudung dan kita yakin bahwa kerudung itu adalah ciri bahwa dia adalah seorang muslimah, ucapkanlah salam kepadanya. Semoga dengan hal sederhana ini, kita bisa menyebar kecintaan kepada sesama saudara muslimah. Insya Allah…



Bertutur Kata yang Menyenangkan dan Bermanfaat



Dalam sehari bisa kita hitung berapa banyak waktu yang kita habiskan untuk sekedar berkumpul-kumpul dan ngobrol dengan teman. Seringkali obrolan kita mengarah kepada ghibah/menggunjing/bergosip. Betapa meruginya kita. Seandainya, waktu ngobrol tersebut kita gunakan untuk membicarakan hal-hal yang setidaknya lebih bermanfaat, tentunya kita tidak akan menyesal. Misalnya, sembari makan siang bersama teman kita bercerita, “Tadi shubuh saya shalat berjamaah dengan teman kost. Saya yang jadi makmum. Teman saya yang jadi imam itu, membaca surat Al-Insan. Katanya sih itu sunnah. Memangnya apa sih sunnah itu?” Teman yang lain menjawab, “Sunnah yang dimaksud teman anti itu maksudnya ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Memang disunnahkan untuk membaca Surat Al-Insan di rakaat kedua shalat shubuh di hari Jum’at.” Lalu, teman yang bertanya tadi pun berkata, “Ooo… begitu, saya kok baru tahu ya…”



Subhanallah! Sebuah makan siang yang berubah menjadi “majelis ilmu”, ladang pahala, dan ajang saling memberi nasehat dan kebaikan pada saudara sesama muslimah.



Mengajak Saudara Kita Untuk Bersama-Sama Menghadiri Majelis ‘Ilmu



Dari obrolan singkat di atas, bisa saja kemudian berlanjut, “Ngomong-ngomong, kamu tahu darimana kalau membaca surat Al-Insan di rakaat kedua shalat shubuh di hari Jum’at itu sunnah?” Temannya pun menjawab, “Saya tahu itu dari kajian.” Alhamdulillahbila ternyata temannya itu tertarik untuk mengikuti kajian, “Kalau saya ikut boleh nggak? Kayaknya menyenangkan juga ya ikut kajian.” Temannya pun berkata, “Alhamdulillah, insyaAllah kita bisa berangkat sama-sama. Nanti saya jemput anti di kost.”



Saling Menasehati, Baik Dengan Ucapan Lisan Maupun Tulisan



Suatu saat ‘Umar radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya tentang aibnya kepada shahabat yang lain. Shahabat itu pun menjawab bahwa dia pernah mendengar bahwa ‘Umarradhiyallahu ‘anhu memiliki bermacam-macam lauk di meja makannya. Lalu ‘Umarradhiyallahu ‘anhu pun berkata yang maknanya ‘Seorang teman sejati bukanlah yang banyak memujimu, tetapi yang memperlihatkan kepadamu aib mu (agar orang yang dinasehati bisa memperbaiki aib tersebut. Yang perlu diingat, menasehati jangan dilakukan didepan orang banyak. Agar kita tidak tergolong ke dalam orang yang menyebar aib orang lain. Terdapat beberapa perincian dalam masalah ini -pen).’ Bentuk nasehat tersebut, bukan hanya secara lisan tetapi bisa juga melalui tulisan, baik surat, artikel, catatan saduran dari kitab-kitab ulama, dan lain-lain.



Saling Mengingatkan Tentang Kematian, Yaumil Hisab, At-Taghaabun (Hari Ditampakkannya Kesalahan-Kesalahan), Surga, dan Neraka



Sangat banyak orang yang baru ingin bertaubat bila nyawa telah nyaris terputus. Maka, diantara bentuk kecintaan seorang muslim kepada saudaranya adalah saling mengingatkan tentang kematian. Ketika saudaranya hendak berbuat kesalahan, ingatkanlah bahwa kita tidak pernah mengetahui kapan kita mati. Dan kita pasti tidak ingin bila kita mati dalam keadaan berbuat dosa kepada Allah Ta’ala.



Saudariku fillah, berbaik sangkalah kepada saudari muslimah mu yang lain bila dia menasehati mu, memberimu tulisan-tulisan tentang ilmu agama, atau mengajakmu mengikuti kajian. Berbaik sangkalah bahwa dia sangat menginginkan kebaikan bagimu. Sebagaimana dia pun menginginkan yang demikian bagi dirinya. Karena, siapakah gerangan orang yang senang terjerumus pada kubangan kesalahan dan tidak ada yang mengulurkan tangan padanya untuk menariknya dari kubangan yang kotor itu? Tentunya kita akan bersedih bila kita terjatuh di lubang yang kotor dan orang-orang di sekeliling kita hanya melihat tanpa menolong kita…



Tidak ada ruginya bila kita banyak mengutamakan saudara kita. Selama kita berusaha ikhlash, balasan terbaik di sisi Allah Ta’ala menanti kita. Janganlah risau karena bisikan-bisikan yang mengajak kita untuk “ingin menang sendiri, ingin terkenal sendiri”. Wahai saudariku fillah, manusia akan mati! Semua makhluk Allah akan mati dan kembali kepada Allah!! Sedangkan Allah adalah Dzat Yang Maha Kekal. Maka, melakukan sesuatu untuk Dzat Yang Maha Kekal tentunya lebih utama dibandingkan melakukan sesuatu sekedar untuk dipuji manusia. Bukankah demikian?



Janji Allah Ta’Ala Pasti Benar !



Saudariku muslimah -semoga Allah senantiasa menjaga kita diatas kebenaran-, ketahuilah! Orang-orang yang saling mencintai karena Allah akan mendapatkan kemuliaan di Akhirat. Terdapat beberapa Hadits Qudsi tentang hal tersebut.



Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Allah berfirman pada Hari Kiamat, “Dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku pada hari ini? Aku akan menaungi mereka dalam naungan-Ku pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Ku.” (HR. Muslim; Shahih)



Dari Abu Muslim al-Khaulani radhiyallahu ‘anhu dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan: “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan dari Rabb-nya, dengan sabdanya, ‘Orang-orang yang bercinta karena Allah berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya dalam naungan ‘Arsy pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya.’”



Abu Muslim radhiyallahu ‘anhu melanjutkan, “Kemudian aku keluar hingga bertemu ‘Ubadah bin ash-Shamit, lalu aku menyebutkan kepadanya hadits Mu’adz bin Jabal. Maka ia mengatakan, ‘Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan dari Rabb-nya, yang berfirman, ‘Cinta-Ku berhak untuk orang-orang yang saling mencintai karena-Ku, cinta-Ku berhak untuk orang-orang yang saling tolong-menolong karena-Ku, dan cinta-Ku berhak untuk orang-orang yang saling berkunjung karena-Ku.’ Orang-orang yang bercinta karena Allah berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya dalam naungan ‘Arsy pada hari tiada naungan kecuali naungan-Nya.” (HR. Ahmad; Shahih dengan berbagai jalan periwayatannya)



Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan, Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah berfirman, ‘Orang-orang yang bercinta karena keagungan-Ku, mereka mendapatkan mimbar-mimbar dari cahaya sehingga para nabi dan syuhada iri kepada mereka.” (HR. At-Tirmidzi; Shahih)



Alhamdulillahilladzi bini’matihi tatimmushshalihaat (artinya: “Segala puji bagi Allah, dengan nikmat-Nyalah segala kebaikan menjadi sempurna.” Do’a ini diucapkan Rasulullah bila beliau mendapatkan hal yang menyenangkan). Allah Ta’aala menyediakan bagi kita lahan pahala yang begitu banyak. Allah Ta’aala menyediakannya secara cuma-cuma bagi kita. Ternyata, begitu sederhana cara untuk mendapat pahala. Dan begitu mudahnya mengamalkan ajaran Islam bagi orang-orang yang meyakini bahwa esok dia akan bertemu dengan Allah Rabbul ‘alamin sembari melihat segala perbuatan baik maupun buruk yang telah dia lakukan selama hidup di dunia. Persiapkanlah bekal terbaik kita menuju Negeri Akhirat. Semoga Allah mengumpulkan kita dan orang-orang yang kita cintai karena Allah di Surga Firdaus Al-A’laa bersama para Nabi, syuhada’, shiddiqin, dan shalihin. Itulah akhir kehidupan yang paling indah…



Maroji’:

1. Terjemah Syarah Hadits Arba’in An-Nawawiyyah karya Ibnu Daqiiqil ‘Ied
2. Terjemah Shahih Hadits Qudsi karya Syaikh Musthofa Al-’Adawi
3. Sunan Tirmidzi

sumber Penulis: Ummul HasaN,Muroja’ah: Ustadz Subhan Khadafi, Lc.


***

Artikel www.muslimah.or.id

Sabtu, 18 September 2010

kenapa harus malu, ini alasannya,

Akhlak & Adab |



بسم الله الرحمن الرحيم

Al-Imam an-Nawawi رحمه الله berkata, “Para ulama mengatakan bahwa malu hakikatnya adalah akhlak yang mengantar seseorang untuk meninggalkan kejelekan dan menghalanginya mengurangi hak-hak orang lain.”

Kami telah meriwayatkan dari al-Qasim al-Junadi رحمه الله, ia berkata, “Malu adalah memerhatikan nikmat-nikmat (Allah سبحانه وتعالى) dan menganggap dirinya kurang (mensyukuri nikmat-nikmat tersebut). Dari keduanya terlahir rasa malu.”

Ummu Abdillah al-Wadi’iyyah hafizhahullahu ta’ala berkata, “Malu adalah salah satu akhlak yang utama. Ia merupakan perhiasan manusia. Hilangnya rasa malu akan menyebabkan segala macam keburukan, sehingga terjadilah pertumpahan darah, ternodainya kehormatan manusia, dilakukannya perbuatan-perbuatan keji, ridak dihargainya orang tua, dan campur baurnya laki-laki dengan para wanita.

Para wanita keluar sembari menampakkan perhiasan dan berdandan, bepergian tanpa mahram. Hilangnya rasa malu juga akan menyebabkan al-haq hanya didengar namun selanjutnya ditolak.”

Al-Imam al-Fudhail bin Iyadh رحمه الله berkata, “Lima tanda celakanya seseorang adalah kerasnya hati, mata yang tidak bisa menangis, sedikitnya rasa malu, cinta dunia, dan panjang angan-angan.”

(Nasihati lin Nisa’, hlm. 196-197)

Sumber: Asy Syari’ah No. 62/1431 H/2010 halaman 1



Kamis, 15 Juli 2010

Ketika Allah Memilihmu Untukku..



Padamu yang Allah pilihkan dalam hidupku..
Ingin ku beri tahu padamu..
Aku hidup dan besar dari keluarga bahagia..
Orang tua yg begitu sempurna..
Dengan cinta yg begitu membuncah..
Aku dibesarkan dgn limpahan kasih yang tak terhingga..
Maka, padamu ku katakan..
Saat Allah memilihmu dalam hidupku,
Maka saat itu Dia berharap, kau pun sanggup melimpahkan cinta padaku..
Memperlakukanku dgn sayang yang begitu indah..


Padamu yang Allah pilihkan untukku..
Ketahuilah, aku hanya wanita biasa dengan begitu banyak kekurangan dalam diriku,
Aku bukanlah wanita sempurna, seperti yang mungkin kau harapkan..
Maka, ketika Dia memilihmu untukku,
Maka saat itu, Dia ingin menyempurnakan kekuranganku dgn keberadaanmu.
Dan aku tahu, Kaupun bukanlah laki-laki yang sempurna..
Dan ku berharap ketidaksempurnaanku mampu menyempurnakan dirimu..
Karena kelak kita akan satu..
Aibmu adalah aibku, dan indahmu adalah indahku,
Kau dan aku akan menjadi 'kita'..


Padamu yg Allah pilihkan untukku..
Ketahuilah, sejak kecil Allah telah menempa diriku dgn ilmu dan tarbiyah,
Membentukku menjadi wanita yg mencintai Rabbnya..
Maka ketika Dia memilihmu untukku,
Maka saat itu, Allah mengetahui bahwa kaupun telah menempa dirimu dgn ilmuNya.. Maka gandeng tanganku dalam mengibarkan panji-panji dakwah dalam hidup kita..
Itulah visi pernikahan kita..
Ibadah pada-Nya ta'ala..


Padamu yg Allah tetapkan sebagai nahkodaku..
Ingatlah.. Aku adalah mahlukNya dari tulang rusuk yang paling bengkok..
Ada kalanya aku akan begitu membuatmu marah..
Maka, ketahuilah.. Saat itu Dia menghendaki kau menasihatiku dengan hikmah,
Sungguh hatiku tetaplah wanita yg lemah pada kelembutan..
Namun jangan kau coba meluruskanku, karena aku akan patah..
Tapi jangan pula membiarkanku begitu saja, karena akan selamanya aku salah..
Namun tatap mataku, tersenyumlah..
Tenangkan aku dgn genggaman tanganmu..
Dan nasihati aku dgn bijak dan hikmah..
Niscaya, kau akan menemukanku tersungkur menangis di pangkuanmu..
Maka ketika itu, kau kembali memiliki hatiku..


Padamu yang Allah tetapkan sebagai atap hunianku..
Ketahuilah, ketika ijab atas namaku telah kau lontarkan..
Maka dimataku kau adalah yang terindah,
Kata2mu adalah titah untukku,
Selama tak bermaksiat pada Allah, akan ku penuhi semua perintahmu..
Maka kalau kau berkenan ku meminta..
Jadilah hunian yg indah, yang kokoh…
Yang mampu membuatku dan anak-anak kita nyaman dan aman di dalamnya..


Padamu yang Allah pilih menjadi penopang hidupku…
Dalam istana kecil kita akan hadir buah hati-buah hati kita..
Maka didiklah mereka menjadi generasi yg dirindukan syurga..
Yang di pundaknya akan diisi dgn amanah-amanah dakwah,
Yang ruh dan jiwanya selalu merindukan jihad..
Yang darahnya mengalir darah syuhada..
Dan ku yakin dari tanganmu yg penuh berkah, kau mampu membentuk mereka..
Dengan hatimu yg penuh cinta, kau mampu merengkuh hati mereka..
Dan aku akan selalu jatuh cinta padamu..


Padamu yang Allah pilih sebagai imamku…
Ku memohon padamu.. Ridholah padaku,
Sungguh Ridhomu adalah Ridho Ilahi Rabbi..
Mudahkanlah jalanku ke Surga-Nya..
Karena bagiku kau adalah kunci Surgaku..

from:aztriana, makassar, 18 Juni 2010, makasih, bagus, tak share ya,:)

bisa buka juga di http://www.facebook.com/notes/kata-kata-hikmah/ketika-allah-memilihmu-untukku/426893740848

Senin, 07 Juni 2010

cukup menatapmu penuh cinta



Bismillahirrahmanirrahiim*)

“Jika kiranya tiada cinta untukku, Cukuplah cintaNya sebagai penyuluh jiwaku,Semoga kelak akan ada cinta untukku, Seperti insan yang mencintai Allah, Sebagaimana cintaku terhadapNya, “

Maafkan saya, Bilamana saya lupa dan alpha,
Terkadang saya bingung dan ragu,Tapi saya yakin, segala hal ini karena sesuatu yang Satu.

Maafkan saya, Jika saya salah berucap dan berkata, Kepadamu, kepadanya dan kepada mereka,
Bukan karena aku membencimu, Bukan pula untuk melukaimu, itu wujud ketulusanku.

Maafkan saya, jika selama ini, selalu tertawa, tak peduli, siapa dan bagaimana keadaanmu yang sebenarnya,
bukan karena tidak tahu, bukan pula karena ketidakpedulianku, sebetulnya karena memang kamu tidak perlu tahu bahwa aku aku betul-betul mencintaimu.

Maafkan saya, Jika suatu saat nanti aku tiada,dan tidak ada lagi keraguan pada dirimu tentangku, jangan pernah bertanya darimana aku berasal, darimana aku mendapatkan semua,
Siapa orang tuaku, siapa ayahku,siapa kakekku, bagaimana keluargaku dan seberapa banyak harta bendaku, tolong jangan tanyakan itu,
Dan jangan pernah bertanya, apa yang aku inginkan tentang semua itu....
Bukan itu yang aku harapkan, bukan itu yang aku mau, bukan itu yang minta.......
Bukannnnnn.....

Aku bukan manusia sempurna,
Yang bisa melakukan semua ini tanpa cacat, seperti baginda maksum, rasulullah yang mulia
Aku yakin, suatu saat, engkau akan mengerti, mengapa dan bagaimana semua ini bermula,
Bermula dari hal yang tiada, menjadi sesuatu yang ada,
Langkah-langkah yang tak mudah, penuh duri, penuh prasangka dan penuh hina,
Aku tak peduli,
Karena aku akan terus berjalan, kalau perlu berlari..

Aku , hanya manusia biasa,
Mencoba hidup, dan bertahan untuk semua itu, mencoba berjuang dan bekerja keras,
Atas dasar sebuah arti ketulusan....
Ternyata begitu berat, berat kurasakan,
Sangat berat
Sedihnya aku, melihatmu bersedih. Sedihnya aku melihatmu menderita..
Menderita karena ruh yang tiada, karena tak kunjung datang cahaya ,
Tapi, aku bahagia melakukannya, pun meski kau bosan, kecewa dan berkata,
-Kamu itu siapa, siapa ayahmu, siapa kakekmu, berapa banyak hartamu, berapa IQ mu, berapa nilaimu, jabatan apa yang pernah kau duduki, apa saja pengalamanmu... -
Toh, itu tdk akan pernah ditanyakan Robbku...
Yang kutahu, karena kamu adalah saudaraku, yang berhak aku cintai, selama aku masih disini,

Kamu tahu, dan aku bahagia dengan semua ini,
jika ini adalah janjiMu,
untuk menghadapMu tanpa ragu-ragu, amin, amin, amin,

AKU BAHAGIA, AKU BAHAGIA, AKU BAHAGIA



*) Selasa, 8 Juni 2010, 12.10, kurni ingin cerita, bu’e...tapi cukuplah menatapmu penuh cinta,:)

Jumat, 07 Mei 2010

Rayuan itu, Indah kudengar



Rayuan itu,
begitu indah kudengar,
hemmmm
indah sekali,

apakah juga seindah itu?

hemmm
suaranya,
oh bukan bukan bukan
itu suaraNya,

subhanallah,

aku pun terkesima,
aku tertunduk
aku merinding
saat dia sebut,
apakah memang seperti ini,

Alhamdulillah,
nikmat ini
nikmat itu
smua ini
mana lagi?
mana lagi?

yg perlu kau dustakan, kurniati pamungkas binti syamsuhadi bin Abdullah Siradj!!



sanan, RT 06, 7 Mei 2010, 20.10 WIB

Rabu, 21 April 2010

Pribadi Menakjubkan



Semua karenanya, Terima kasih, mas (^_^)


Ketika masih kecil, saya diberitahu mas untuk selalu membaca Al-Qur’an sesering mungkin. Lalu pada saat bulan Ramadhan datang, kita dianjurkan untuk menamatkan bacaan Al-Qur’an.
-umur 6 th, sering saya harus terpaksa menangis karena setiap hari harus bangun pagi, baca qur’an, sehabis sholat, setelah itu harus ekolah, les,tpa,mengaji di malam hari, belajar untuk sekolah besoknya, kadang dicubit mas karena ga mau bunyi, :(-

hal yang paling saya impikan saat ini adalah menghafal quran, :(, bukan anak pondok,saya merasa kesulitan untuk itu semua,
***
Mungkin banyak dari kita yang hafal Al-Qur`an, namun sedikit saja yang memahami maknanya. Pernahkah kita terpikir untuk menyelami makna ayat-ayat Al-Qur`an? Ada satu ayat di dalam surat Al-Fatihah yang sejatinya membuat kita merendahkan hati, mengingatkan kita bahwa berterimakasih dan bersyukur kepada Allah adalah sebuah kewajiban. Untuk berterimakasih kepada Allah, pertama-tama kita harus mengingat akan karunia yang telah kita dapatkan, dan kita pun harus menyadari bahaya yang timbul dikarenakan kita tidak bersyukur. Selanjutnya adalah bagaimana caranya untuk menunjukkan rasa syukur kita kepada-Nya.

***
... saya hanya ingin mengapresiasi kenikmatan yang kudapatkan dalam segala hal, saya bisa baca quran sampai saat ini, diberi kesehatan dan kesempatan yang banyak untuk belajar, subhanallah...

***

Dalam artikel disebutkan, Sangat penting bagi kita untuk mengapresiasi kenikmatan yang kita dapatkan dalam segala hal. Ayat tersebut kita ucapkan sedikitnya 17 kali dalam sehari, di setiap rakaat shalat. Kita selalu mengucapkan alhamdulillahi rabbil ‘alamin (segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam). Ayat kedua dalam surat Al-Fatihah ini pendek, namun sangat ‘bertenaga’ dan sarat makna. Kata rabb bermakna Tuhan Sang Pengatur segala hal. Hanya Dialah yang berhak untuk disembah, ditaati hukum-hukum-Nya.

Tidak ada satu hal pun yang luput dari pengaturan dan pengawasan Allah. Ada satu fakta menarik; riset mengungkapkan bahwa jika seseorang tidur selama durasi delapan jam, maka tubuhnya bergerak sedikitnya 400 kali. Karena jika tubuh hanya diam dalam satu posisi saja, maka akan terjadi kelumpuhan pada tubuh. Namun dengan belas kasih dan rasa sayang-Nya, Allah menggerakkan tubuh kita guna menghindari kelumpuhan saraf-sarafnya.

Fakta lainnya, jika kita tidak memiliki sistem imunitas (kekebalan) yang kuat, maka setelah beberapa kali tarikan nafas kita akan sakit, dikarenakan berbagai toksin yang masuk ke dalam tubuh. Pertanyannya kini, sudah berapa kali kita menarik nafas? Dua fakta tadi hanya merefleksikan dua kenikmatan saja yang telah Allah berikan kepada kita, bagaimana dengan kenikmatan-kenikmatan lainnya?

Banyak orang di dunia saat ini yang telah dikaruniai beragam kenikmatan lebih seperti rumah yang indah, kendaraan mewah, makanan melimpah, dan masih banyak yang lainnya.

Ujian yang Sangat Penting

Terdapat sebuah kisah sarat makna, diceritakan bahwa ada tiga orang; satu buta, satu tuli, dan satu lagi menderita penyakit kulit. Mereka berdoa dan berharap agar sembuh dari penyakit mereka, lalu menjalani kehidupan normal seperti orang lain. Kemudian, melalui Jibril, Allah menyembuhkan penyakit mereka.

Selanjutnya, di kemudian hari ketiganya menjadi kaya raya. Lalu datanglah orang buta untuk meminta bantuan dari orang yang dulu buta. Namun orang yang dulu buta tersebut menolak si buta itu dan berpaling darinya. Lalu si buta itu mengingatkannya mengenai kondisi yang dialaminya sebelumnya, namun tidak berpengaruh sedikit pun. Hal yang sama terjadi pada orang yang dulu tuli. Singkat cerita, kemudian keduanya kehilangan kesejahteraan dan kekayaan mereka yang notabene sebuah ujian dari Allah. Keduanya gagal lulus dalam ujian itu karena tidak bersyukur kepada Allah.

Tidak seperti keduanya, orang yang dulu menderita penyakit kulit justru berlaku sangat baik kepada orang-orang dan menawarkan segala yang dimilikinya kepada mereka. Lalu, kekayaannya semakin bertambah dan melimpah. Allah mengingatkan kita di dalam Al-Qur’an bahwa jika kita bersyukur kepada-Nya, maka Dia akan menambah kenikmatan kita.

Allah berfirman, “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Ibrahim: 7)
... kita harus meluangkan waktu untuk merenungkan dan memikirkan segala karunia yang telah diberikan kepada kita. Sejarah membutikan, orang-orang yang tidak bersyukur kepada Allah akan merugi...
Kini kita harus meluangkan waktu untuk merenungkan dan memikirkan segala karunia yang telah diberikan kepada kita. Dari paparan sejarah, kita diperlihatkan bahwa orang-orang yang tidak bersyukur kepada Allah akan merugi. Pada Hari Pembalasan kelak, orang-orang yang tidak tahu diri itu akan berharap seandainya mereka tidak pernah diciptakan, dan berharap diberi kesempatan hidup kembali untuk dapat bersyukur kepada Allah.

Mereka yang belajar akan senantiasa menyadari kapan ujian bakal terjadi. Akan tetapi tidak ada satu pun yang mengetahui kapan maut menjemput. Oleh karena itu, kita harus senantiasa mawas diri sebelum segala menjadi terlambat. Menjadi seorang muslim adalah sebuah kenikmatan luar biasa yang pernah diterima seseorang. Pasalnya, dengan berislam berarti kita meninggalkan kegelapan dan masuk menuju cahaya.

Mengenai hal ini, Allah berfirman, “Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah thaghut, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Al-Baqarah: 257)

Tetapi jika kita bersikap sombong untuk mengakui nikmat-nikmat yang telah Allah anugerahkan dan mematuhi segenap petunjuk-Nya, maka bersiap-siaplah menerima kemurkaan-Nya.

Demikian pula, Rasulullah mengajarkan kita untuk selalu bersyukur atas apa-apa yang kita miliki, dan bersikap qana’ah (merasa cukup dengan apa yang ada). Beliau melarang kita untuk ‘melihat’ kepada orang-orang yang memiliki kekayaan bersifat keduniaan. Dan sebaliknya, menganjurkan kita untuk bersyukur dengan melihat kemampuan keduniaan orang-orang yang di bawah kita.
... Rasulullah mengajarkan kita untuk selalu bersyukur atas apa-apa yang kita miliki, dan bersikap qana’ah, merasa cukup dengan apa yang ada...
Untuk membaca artikel ini saja, kita harus memiliki komputer dan akses internet. Maka pikirkanlah, berapa banyak manusia di dunia yang tidak memiliki komputer dan akses internet? Ada banyak orang yang tidak diberi kenikmatan seperti yang kita miliki. Saya berterimakasih sama Allah dengan jalan mematuhi segala perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, serta beribadah kepada-Nya, ada yang tidak sepakat?

ini renungan bagai kita, bagi orang-orang yang tidak mendapat hidayah Allah dan tidak mengerti risalah Islam. Saya bersyukur,karena kita dilahirkan dalam keadaan muslim, maka teman-teman, taatilah hukum-hukum-Nya. Karena di Hari Pembalasan kelak ‘catatan’ amal baik kita akan dipresentasikan di samping kenikmatan-kenikmatan yang kita terima. Terimalah ajaran Islam secara menyeluruh dan serius, lalu terjemahkanlah ke dalam bahasa realitas.

Ayat kedua dalam surat Al-Fatihah sangat inspiratif. Allah sangat mencintai kita dan banyak memberi ampunan. Marilah bersyukur kepada Allah atas berbagai nikmat-Nya yang melimpah.
***
Saya bersyukur, atas apa yang Allah berikan, sekarang tinggal bagaimana saya mau memanfaatkan itu sebagai potensi dan mengajak yang lainny untuk kebaikan, terkadang judge-jugde buruk kepada mereka sering mengasingkan kita, dan hanya berkutat pada komunitas kita saja, padahal, Allah memberi potensi ketaqwaan kepada mereka juga, faalhamaha fujuuraha wataqwaaha....-mereka berhak untuk menjadi lebih baik, :), percayalah cinta karena Allah yang akan menyatukan kita, teman-teman...

Terima kasih atas semuanya, ....
Terimakasihku,simbah,pakde,pa e,mas-masku,dan mas-mas yang tidak perlu saya sebutkan disini
-para pria yang menginspirasiku hingga saat ini, :)-

[digubah dari ganna pryadha/voa-islam.com+ my curhat alone, hehe]

http://www.voa-islam.com/teenage/father-tell-me-islam/2010/04/13/5033/remaja-muslim-dan-kreativitas-tanpa-batas/

Kamis, 15 April 2010

Alhamdulillahirobbil'alamiin..

Thanks to Allah Azza wajalla, aku pantas merunduk untuk semua ini


Tenaga dari optimisme adalah tenaga dari mimpi-mimpi….
Berbuat selalu yang terbaik pada titik dimana berdiri….
Itulah sikap realistis….
Ibarat semangat manusia,
Seperti kurva yang terus menerus menanjak
Karena sebuah kata
Optimisme…
Itulah, yang menjadikan mimpi menjadi sesuatu yang terpatri
Mimpi yang menjadi cita-cita mulia
Dan takkan pernah mengenal kompromi sedikitpun…

Akan kubuktikan…
Dan aku pun bisa…

Disarikan dari novel: Sang Pemimpi, Andrea Hirata


Teruntuk:

Rabbku dan kekasihNya
Karena aku yakin, semua ini telah kau rencanakan di lauhul mahfuzh

Almarhum Ayah tercinta
Semoga cinta dan doaku selalu menjadi penerang jalanmu

Ibu tersayang
Baktiku dan sayangku untuk keridhaanmu

Mas dan Mbak tersayang
Karena tangan kecil ini tak mampu menahannya sendirian
Karena kalian aku bisa

Adik-adikku
Semoga cerita dibalik kesusahan-kesusahan ini menjadi sebuah renungan dan mengubah kalian menjadi orang yang selalu memberi dan bermanfaat

Almamaterku

20 Agustus 2009-15 September 2009

semua indah pada waktunya,
Alhamdulillah...